“Yogya Monopoli” Raih Perunggu di ajang Pimnas ke-30 tahun 2017

Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki kondisi kehilangan sebagian maupun sisa pendengaran. Risdianti (2017: 11) berpendapat bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pada pendengarannya sehingga anak tunarungu mengalami kesulitan dalam merespon bunyi dari luar dan juga mengakibatkan anak tunarungu kesulitan dalam berkomunikasi dan berbicara dengan sesama manusia pada umumnya maupun sesama penyandang tunarungu. Hambatan yang dimiliki oleh anak tunarungu tersebut mengakibatkan mereka memiliki karakteristik seperti perbendaharaan kosakata yang rendah, sulit memahami sesuatu yang berrsifat abstrak dan terganggu bicaranya (Wasita, 2013: 22). Selain karakteristik tersebut, siswa tunarungu juga memiliki permasalahan dalam penerimaan informasi dari lingkungan yang mengakibatkan prestasi belajar mereka lebih rendah daripada siswa normal terutama untuk pembelajaran yang bersifat hafalan seperti IPS.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengakomodasi dari hambatan yang dimiliki oleh anak tunarungu tersebut penggunaan media yang dapat mengoptimalkan indera yang lain terkhusus penglihatan sangat diperlukan sehingga permasalahan prestasi belajar yang rendah dapat teratasi dan kewajiban untuk melestarikan kebudayaan juga dapat terpenuhi. Kebutuhan pendidikan dari kelompok siswa ini adalah belajar dari lingkungan, komunikasi, menggunakan pendekatan visual, dan pembelajaran berbasis konkret. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu memaksimalkan indra penglihatannya. Peranan indra penglihatan, selain sebagai sarana memperoleh pengalaman persepsi visual, juga sebagai ganti persepsi auditif anak tunarungu sehingga dapat dikatakan anak tunarungu dalam memperoleh informasi sangat tergantung pada indra penglihatan.

Oleh karena itu kelompok yang beranggotakan Yuly Imawati (PLB FIP), Retno Wulan Juminarsih (MP FIP), Yeni Yulianti (PLB FIP), Darul Hamim (PGSD FIP), dan Isnainul Fahrizal (Pend. Teknik Informatika FT) mengembangkan YM “Yogya Monopoli” sebagai media untuk mengenalkan kebudayaan Yogyakarta. Media ini dirancang berbasis Augmented reality untuk Siswa Tunarungu Tingkat Dasar di SLB Karnnamanohara. Augmented reality yang digunakan dalam media ini berdasarkan pada hambatan yang dimiliki oleh anak tunarungu dalam segi pendengarannya sehingga dalam memahami suatu materi dengan mengoptimalkan indera penglihatan.

Kelompok PKM-P ini memadukan permainan Monopoli yang berbentuk lingkaran dengan 20 petak (petak rumah adat, senjata tradisional, alat musik, tarian, makanan khas, bangunan bersejarah, pakaian adat, dan upacara adat Yogyakarta), kartu kepemilikan, kartu untuk uang, dan kartu informasi yang dapat divisualisasikan dengan animasi/video apabila discan menggunakan marker augmented reality. Didampingi oleh dr. Atien Nur Chamidah, M. Dis. St., kelompok yang diketuai oleh Yuly Imawati ini, meraih Perunggu atau peringkat III pada Presentasi PKM-PSH1 dalam Pimnas ke-30 tahun 2017 yang diselenggarakan di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, 23-28 Agustus 2017. Sedangkan Medali Emas diraih oleh UGM dan Medali Perak diraih oleh Institut Teknologi Sepuluh November untuk kategori Presentasi PKM-PSH1.

“Guru dapat menggunakan media Yogya Monopoli sebagai media pengenalan kebudayaan Yogyakarta dalam pembelajaran IPS. Namun tidak dipungkiri bahwa perlu adanya pengembangan pada aplikasi augmented reality, baik dari segi desain tampilan maupun fitur-fitur tambahan agar lebih menarik. Selain itu, perlu adanya perbaikan dan pengembangan lebih lanjut mengenai isi materi yang terdapat dalam aplikasi Augmented Reality.” Tutup Yuly. (yul/antfip)