WORKSHOP PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI GURU SD DAN SMP KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH

Senin, 12 Desember 2011 bertempat di Ruang Abdullah Sigit FIP UNY, Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta bekerjasama dengan Disdikpora Kabupaten Kendal menyelenggarakan workshop bagi para guru SD dan SMP di Kabupaten Kendal Jawa Tengah tentang pendidikan inklusif bagi guru sekolah inklusi. Mereka ingin menimba ilmu yang lebih dalam tentang pendidikan inklusi dari Jurusan PLB FIP UNY untuk meningkatkan pelayanan bagi ABK di Kabupaten Kendal nantinya, ungkap Sumadiyo, S.Pd selaku Kasie Kurikulum TK&SD Disdikpora Kab. Kendal. Selanjutnya Dr. Haryanto, M.Pd selaku Dekan FIP mengucapkan selamat datang di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta dan terima kasih atas kepercayaan Disdikpora Kabupaten Kendal kepada Jurusan PLB FIP UNY, semoga kerjasama antara PLB dan Kabupaten Kendal dapat terus berlanjut bahkan meluas untuk bekerjasama dengan jurusan-jurusan lain di Fakultas Ilmu Pendidikan UNY selama dalam konteks yang relevan. Beliau yakin bahwa para guru memiliki pengalaman empirik yang lebih luas sebagai modal memahami Anak Berkebutuhan Khusus sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada ABK untuk beradaptasi di masyarakat. Dengan adanya pendidikan inklusi maka akan menumbuhkan empati antara ABK dan anak normal yang membuat ABK tidak dikucilkan dalam memperoleh pendidikan.
Ditegaskan pula oleh Dr. Ishartiwi, M.Pd salah seorang dosen jurusan PLB yang mengungkapkan bahwa pendidikan inklusif adalah cara mewujudkan education for all termasuk ABK, dimana sekolah inklusi menyediakan kesempatan bagi ABK untuk menempuh pendidikan bersama anak usia sekolah pada umumnya di satu sekolah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Naional RI Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusi yang menyebutkan bahwa Pemerintah daerah Kabupaten /Kota WAJIB menunjuk minimal satu sekolah perlevel pendidikan yang harus menyelenggarakan pendidikan inklusi di setiap kecamatan. Dengan demikian jelas bahwa ABK juga berhak menempuh pendidikan layaknya anak usia sekolah pada umumnya. Namun, pendidikan bagi ABK mementingkan hasil pasca pendidikan bukan selama proses pendidikan yaitu agar ABK dapat hidup layak di masyarakat.
Pada sesi penyampaian materi Aini Mahabbati memaparkan, pendidikan inklusi harus memperhatikan muatan kurikulumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin sedikit muatan akademik dan berganti dengan pendidikan kecakapan hidup. Sistem belajar di kelas inklusi, idealnya terdiri dari 1-6 ABK dengan dua guru dan satu terapis yang bertanggungajwab memberi perlakuan khusus bagi ABK agar mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Ketika ABK belum bisa menerima pelajaran, sekolah harus siap melaksanakan program pembelajaran individual. Selain itu, dapat pula melibatkan siswa non ABK untuk menjadi peer tutoring dengan anak non ABK membagi ilmu dan pengalamannya kepada ABK atau menjadi model bagi ABK. Atau peer collaboration dimana ABK dan anak non ABK menghadapi permasalahan serupa yang harus dipecahkan bersama-sama. Dengan metode ini, layanan pendidikan inklusif dapat memberi bekal kepada ABK berupa life skill, social skill dan vocational skill. (zulfa/didik)