Masa Transisi Anak Tuna Grahita

Jumat (1/2) Anak berkebutuhan khusus, terutama anak tunagrahita, mendapatkan perhatian khusus baik Indonesia maupun luar Indonesia. Mereka pun memiliki kebutuhan yang sama dengan orang normal pada umumnya. Apalagi saat transisi dari umur remaja ke dewasa.  Saat memasuki dunia pendewasaan, anak tunagrahita lebih banyak membutuhkan pendampingan untuk lebih mengenal dunia luar. Biasanya anak tersebut menghadapi ketakutan dan stress, membutuhkan lebih banyak perhatian, karena anak tersebut mulai beranjak dewasa dan mulai merubah atau mengambil peran penting dalam kehidupannya. Karena bagaimanapun anak tersebut harus bisa bekerja untuk menopang kehidupannya dengan keterbatasan yang dia miliki.

Dr. Caroline Ellison, Kepala  Komunitas Difabel dan Inklusi dari Fakultas Ilmu Kesehatan, Flinders University, Australia mengangkat kasus transisi anak tunagrahita sebagai materi guest lecturing  yang diadakan jurusan PLB FIP UNY. Beliau prihatin karena masih banyak anak tunagrahita yang pada masa dewasanya masih belum bisa menopang kehidupannya sendiri, terutama di negaranya, Australia. Cepat atau lambat anak tunagrahita harus bisa merasakan pengalaman hidup sesungguhnya, dan mempelajari situasi. Dalam kehidupan social, mereka membutuhkan lebih banyak perhatian terutama dari komunitasnya harus bisa memberikan waktu bagi anak tunagrahita dalam menguasai situasi dan kondisi. Ini akan melatih supaya anak tersebut bisa independen dan lebih siap menghadapi dunia kerja. Lebih lanjut, masa transisi seorang anak tunagrahita memberikan kontribusi yang besar pada kehidupan anak

Acara guest lecturing yang diadakan di Abdullah Sigit Hall dihadiri oleh Wakil Rektor IV bidang kerja sama Internasional, Prof. Suwarsih Madya, PhD., Dekan FIP UNY, WD I, WD II, WD III, Kajur PLB FIP UNY, dosen-dosen PLB FIP UNY dan mahasiswa PLB FIP UNY dari berbagai angkatan.(ant)