Mahasiswa Difabel di UNY

Universitas Negeri Yogyakarta dapat diakses oleh para difabel untuk menempuh pendidikan tinggi. Salah satunya di Prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY. Dua mahasiswa difabel pada prodi ini adalah Muhamad Bima Pradana dan Ardiansyah, penyandang tunanetra. Ditemui di Kantor Humas UNY, keduanya berkisah tentang perjalanan studinya hingga dapat diterima menjadi mahasiswa UNY.

Muhamad Bima Pradana mengisahkan bahwa dia mulai merasakan penglihatannya berkurang sejak usia 9 tahun dan mengalami ablasi retina (terlepasnya syaraf mata dari lapisan di bawahnya dengan adanya cairan yang tertimbun di antaranya karena ada robekan retina) sejak usia 15 tahun. Sejak itulah pria kelahiran Sleman, 11 Oktober 1992 tersebut mengalami kebutaan total. “Sejak kelas 3 SMP saya pindah ke Yaketunis,” kata Bima. “Sedangkan untuk studi lanjut saya masuk ke MAN Maguwoharjo yang merupakan sekolah inklusi.” Walaupun begitu, keinginannya untuk melanjutkan studi tetap membara.

Sementara Ardiansyah berkisah bahwa kebutaannya diakibatkan karena mata kirinya terkena pedal sepeda saat umur 4 tahun, dan pada kelas 3 SD kedua matanya buta total. Menurut alumni SMA Muhammadiyah 5 Karanganyar Jawa Tengah tersebut, dia telah termotivasi untuk kuliah sejak duduk di bangku SMP karena melihat banyak kakak kelas difabel yang sukses mengarungi kehidupan.

Prestasi mereka di bangku kuliah tidak mengecewakan. Muhamad Bima Pradana hingga semester 6 ini mendapatkan IPK 3,18 dan Ardiansyah ber-IPK 3,40. Ketika ditanya tentang perkuliahan, Bima dan Ardiansyah serempak menjawab bahwa tidak ada kendala berarti dalam perkuliahan karena kemajuan teknologi. Bahkan menurut Bima, penggunaan huruf Braille sudah tidak begitu efektif karena ada e-book yang bisa didengarkan melalui komputer untuk memahami materi kuliah. Sedangkan Ardiansyah menyarankan perlunya penyadaran terhadap dosen dari non-PLB agar paham akan disabilitas, namun putra dari Alm. Sugondo dan Darwati, seorang pedagang, tersebut memuji bahwa juga ada dosen yang pengertian pada difabel tunanetra.

“Beliau mendiktekan materi kuliah sehingga kami bisa mencatatnya” kata Ardiansyah. Bima diterima di UNY melalui jalur undangan tanpa tes, sedangkan Ardiansyah diterima lewat jalur tulis SNMPTN tahun 2012 di Solo. Dalam tes tersebut warga Pancakarya, Rejosari, Semarang Timur tersebut didampingi dosen PLB UNS dalam mengerjakan soal SNMPTN.

Ardiansyah dan Bima juga mengapresiasi UNY atas keberpihakannya terhadap para difabel dengan mau menerima mereka untuk kuliah. Menurut mereka, para difabel bisa belajar di manapun asal mampu dan mereka yakin para difabel tidak akan memilih program studi yang mereka sendiri tidak bisa. Selain tunanetra, UNY juga memiliki mahasiswa tunarungu. (dedy)