Seminar Nasional Pendidikan untuk Perubahan Masyarakat Bermartabat

Pendidikan bukanlah produk tapi proses. Ingat, proses itupun membutuhkan suasana. Apa yang terjadi dalam proses pengajaran bila tidak dbarengi dengan suasana yang menyenangkan. Tentulah peserta didik tidak akan bisa menyerap ilmu dengan baik. Seorang pendidik, secara informal, dituntut untuk bisa menciptakan suasana yang membuat peserta didik bisa mengikut proses belajar mengajar tersebut. Materi dalam pendidikan merupakan hal kedua, yang terpenting adalah suasana yang menyenangkan dan “manusiawi”. Bila hal ini tercapai bukan tidak mungkin bila output peserta didik akan menjadi insan yang lebih bermartabat, demikian yang yang disampaikan oleh Prof. Dr. Arif Rachman (Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO) dalam presentasinya dalam Seminar Nasional Pendidikan untuk Perubahan Masyarakat Bermartabat yang diadakan di Ruang Abdullah Sigit dalam rangka Dies Natalis ke 64 FIP UNY.

Hal ini didukung juga oleh pendapat Sumarno, Ph. D (Dosen FIP dan PPs UNY dan PPs UAD)  yang menyatakan Krisis identitas dikawatirkan terjadi apabila masyarakat tidak memiliki kepedulian terhadap  nilai- nilai peradaban; hanyut, tenggelam, atau terlibas oleh perubahan – perubahan yang menghasilkan imajinasi semu seperti fatamorgana. Masyarakat membutuhkan kemampuan dan perlu melakukan upaya nyata agar supaya tidak menjadi korban perubahan, dapat melestarikan identitas diri, dan akan lebih baik lagi kalau berhasil mengarahkan dan mengendalikan perubahan; baik perubahan yang bersumber pada faktor internal, maupun perubahan yang bersumber pada kekuatan-kekuatan eksternal. Begitulah gambaran konteks dan tantangan mendasar yang dihadapi pendidikan dewasa ini. Pendidikan diharapkan secara simultan   berkontribusi nyata dalam: pencerahan dan pengendaliannya; memperkuat ketahanan; dan secara cerdas  bijaksana melakukan konservasi dan transformasi. Pendekatan formal – nonformal – informal dalam pendidikan akan dapat isi mengisi secara sinergis untuk mengemban fungsi yang diamanatkan   dalam pembentukan masyarakat bermartabat.

Menurut Arif Rachman,  pendidikan yang sukses adalah pendidikan yang mampu mengantarkan anak menjadi insan yang bertaqwa , berkepribadian matang, berilmu mutakhir dan berprestasi, mempunyai rasa kebangsaan, berwawasan global. Kemudian beliau menekankan Keunggulan Intelektual antara lain percaya pada nalar (Intellectual Confidence in Reason) Empati (Intellectual Empathy) Kemerdekaan / kemandirian (Intellectual Autonomy) Keberanian (Intellectual Courage) Rendah hati (Intellectual Humility) Rasa keadilan (Intellectual Sense of Justice) dan Tahan deraan (Intellectual Perseverance). 3 aspek penting yang harus dikembangkan yaitu disiplin, kemartabatan dan struktur.

Pada acara yang dihadiri oleh Praktisi Pendidikan, Mahasiswa dan Pemerhati Pendidikan ini, Dr. Arie Sujito (Sosiolog UGM) menambahkan pula konteks Pendidikan dan Kemandirian Bangsa. Menurutnya pendidikan terjebak pada ranah “teknokrasi yang berlebihan” sebagian besar terlalu normatif bahkan melahirkan pola mekanistik. Disamping itu pendidikan masih berisi kumpulan “peraturan bersekolah”; belum dipandu kepemimpinan pengetahuan dan value. Oleh karena itu Pendidikan harus mampu mendorong masalah publik sebagai isu dan agenda bersama; karenanya pendidikan menjadi harapan untuk mampu mengatasi problem secara nyata. Masih menurut Arie bahwa untuk mencapai masyarakat bermartabat, pendidikan hendaknya dikelola oleh pemimpin yang visioner, ditopang oleh insan berkomitmen dan terampil memfasilitasi masyarakat, menterjemahkan dari nilai abstrak sampai praksis. (ant)