DIDIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN MENTORING JUARA

Proses pendidikan pada umumnya selalu berkaitan dengan prestasi belajar, sesuai dengan tujuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut harus dicapai oleh semua kalangan baik manusia normal maupun berkebutuhan khusus. Kebutuhan belajar yang semakin tinggi seakan menjadi kebutuhan primer.

Berkaitan dengan hal tersebut, anak berkebutuhan khusus juga membutuhkan pendidikan akademik demi menunjang potensi yang mereka miliki. Demikian pula dengan pendidikan karakter. Anak-anak yang mempunyai masalah dalam karakter, akan mengalami kesulitan belajar, bersosialisasi, dan tidak dapat mengontrol emosinya. Pendidikan karakter juga dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus. Untuk menggabungkan pendidikan akademik dan pendidikan karakter pada anak berkebutuhan khusus tersebut, dibutuhkan metode.

Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, Wisnu Prawijaya (Prodi Teknologi Pendidikan) serta Andrean Ilham Listiady, Asfin Herminda Ratnaningsih, Saventyanova Yulida Putri (Prodi Pendidikan Luar Biasa) menggagas program pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Program Mentoring Juara yang disingkat Menara tersebut merupakan program mendidik karakter dalam mengembangkan kemampuan akademik anak. Program ini berbasis sosial edukasi yang membantu memfasilitasi proses belajar dalam menjalankan pendidikan akademik anak berkebutuhan khusus. Menurut Wisnu Prawijaya, bentuk program Menara adalah memberikan bimbingan belajar kepada anak berkebutuhan khusus yang memuat pendidikan karakter pada isi materi dan proses pembelajarannya. “Kegiatan ini kami terapkan pada anak berkebutuhan khusus di SD Negeri Bangunrejo 2 Yogyakarta,” kata Wisnu. Teknik pelaksanaan kegiatan yang diterapkan adalah dengan metode ceramah, diskusi, small group, dan belajar sambil bermain. Andrean Ilham Listiady menambahkan bahwa metode ceramah digunakan untuk menjelaskan materi pembelajaran yang disampaikan dan metode diskusi untuk membahas materi pembelajaran dan kesulitan yang dialami siswa berkebutuhan khusus. “Metode small group, dilakukan dengan membagi siswa menjadi 4 kelompok yang di setiap kelompok terdapat 4-5 siswa dan memilih salah satu siswa yang paling memahami materi untuk menjelaskan pada teman-temannya” kata Andrean. Adapun metode belajar sambil bermain digunakan untuk mengasah keterampilan dan kemampuan siswa menggunakan media pembelajaran seperti kartu bergambar dan media pembelajaran interaktif berbasis aplikasi.

Asfin Herminda Ratnaningsih menjelaskan bahwa metode ini dilaksanakan setiap dua kali seminggu pada hari Jum’at dan Sabtu setelah pelajaran di kelas usai selama dua jam bertempat di ruang kelas 3. “Kegiatan dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap perkenalan, pembekalan dan pemantapan,” ujar Asfin. Pada tahap perkenalan, karakter yang dibiasakan ialah jujur, tanggung jawab serta membaca sebagai kegiatan akademik yang dikembangkan. Siswa diberikan permainan yang menggunakan fisik dan pikiran seperti bola berwarna warni, tebak kata, dan ular-ularan. Permainan ini sebagai kegiatan sisipan dalam proses pendampingan belajar. Pada tahap pembekalan karakter yang dikembangkan ialah toleransi, dan mandiri serta menghitung sebagai kegiatan akademik yang dikembangkan. Siswa diajak untuk berani berkomunikasi dan mengungkapkan pendapatnya serta menghargai karya orang lain melalui keterampilan merangkai stik eskrim, merangkai kertas warna-warni, dan pemberian soal harian yang dilakukan dalam small group. Pada tahap pemantapan karakter yang dikembangkan ialah peduli lingkungan dan menulis sebagai kegiatan akademik yang dikembangkan. Siswa diajak untuk melakukan outbond di luar sekolah sehingga siswa mampu disiplin pada waktu kumpul, tidak merusak barang dan lokasi outbond serta membuang sampah pada tempatnya. Sehingga karakter jujur, tanggung jawab, mandiri, dan toleransi dapat terlihat saat tahap pemantapan. Siswa menuliskan pengalamannya saat melakukan kegiatan bersama tim.

Saventyanova Yulida Putri mengemukakan bahwa program Menara mampu untuk mendidik karakter dan mengembangkan kemampuan akademik anak berkebutuhan khusus di SD N Bangunrejo 2. “Terbukti dengan adanya perubahan positif yang ditampakkan oleh anak, seperti anak sudah mampu untuk jujur, menghargai orang lain, tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, dan sebagainya,” kata Yulida. Sedangkan dari sisi akademik, anak juga mengalami peningkatan yaitu pada membaca, menulis, dan berhitung. Anak sudah mampu untuk menulis secara benar dan membaca dengan lancar. Pada perhitungan matematika anak sudah mampu mandiri dalam mengerjakan tugas berhitung dan tidak menggantungkan kepada orang lain. Kedepan diharapkan program ini dapat diterapkan di sekolah inklusi yang lain. Karya mahasiswa FIP UNY tersebut berhasil meraih dana Dikti Dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pengabdian Masyarakat tahun 2017. (Dedy)